Kamis, 13 Oktober 2011

Purnama malam ini

elegi purnama malam ini.. 
rautnya terdiam.. 
seakan letih menyimpan sejuta beban,, 
dalam rona anggunnya yang terpancar 

sang purnama menatap, mengintip malu di balik kumpulan tarian awan, 
dalam hatinya ia bertanya,, mengapa dirinya dipuja, didamba, dan diperhatikan.. 
pikirnya ia adalah mahkluk buangan
sendiri, ditinggalkan tak berkawan dalam hamparan ... 
namun bukankah pesonanya justru terluapkan tak terlawan



dalam indah itu tersimpan hitam perihnya angan 
elegi purnama malam ini.. 
menjadi saksi segala Keagungan...

131011

Rabu, 12 Oktober 2011

HUJAN



hujan


malam ini ia datang
dan aku berjanji akan menembusnya
meletakkan jejak-jejak percuma
dan tak pernah berusaha mengenangnya


hujan


kami bersama tak saling tahu
ia mengalir dari tempat yang jauh
tak jelas menangis ataukah luruh


hujan


kami mencinta tak tahu cara
memelukku ia menyakitiku
menghangatkannya aku membunuhnya




  






wahai hujan


daun-daun telah memilihnya sebagai kekasih
dan anginnya menyisirku jauh-jauh
akhirnya kami berpisah
setelah aku sakit dan ia musnah


kemudian aku bermimpi
melihatnya mengalir di balik jendela
aku tahu ia bukan luruh
meski kami tak lagi saling sentuh








Jumat, 07 Oktober 2011

Entah Apakah Kau Tau


sepotong siang yang masih menyengat

telah kau berikan padaku
sedang kabut masih tersisa di mata
senyummu belum bisa kuterjemahkan sebagai ayat
maka kesepian makin menggeroti tabir hati
sebab aku belum juga tahu bagaimana bersikap
menerima potongan itu atau mencampakkannya
berulang kau berkata tentang cinta dalam kisah
berulang pula kujawab untuk tak ragu
karena kita tahu seperti apa perjalanan
yang telah ditempuh dengan tawa dan luka

sekarang aku sendiri menapak terowongan hati
tak bisa menulis apapun, meski aku merindukan puisi

aku tak meratapi yang telah terjadi
juga tak peduli meski masa lalu lebih baik dari kini
karena bukan soal kenapa atau apa
lelaki yang telah menyodorkan hati
janganlah kau anggap sekedar sepah tak berarti
sepotong sore yang dengan cepat membeku



telah kukantongi sedari tadi di sakuku
tapi kau tak tahu soal itu
kau lebih suka menyanyikan masa lalu
sembari mencoba menggapai sia-sia
meski sering kuingatkan bahwa itu tak perlu

bagimu yang suka merapal rasa menjadi ingin
dan harus kau jalani meski akan jadi sepi bagiku
semua kadang menjelma permainan belaka
sedang bagiku keindahan belum cukup kuwujudkan puisi
sebab untuk bait-baitnya ada airmata sepi

entah apakah kau tahu itu

Kamis, 06 Oktober 2011

Negeri ini dewasa ini

sementara para tikus sibuk menggigit roti
kita hanya memamah sepi
seperti biasa itu makanan anak negeri
kerja itu-itu saja, kadang tak pasti
hasilnya menjadi kepulan tanda tanya
apakah esok masih ada yang dikunyah lagimestinya kita bisa ikut mencicipi roti itu
bukankah negeri ini penuh keju dan susu
di lautan tinggal kita jaring ikan
sembari membaca bisik angin
kita kunyah tawa anak-anak nelayan
tapi itu masa lalu, katamu
sambil menggigit perih yang disodorkan anakmu
yang belum punya buka pelajaran baru
dan isterimu menyiapkan geram di rumah
setelah listrik belum juga dibayar


aku terdiam
roti dan keju bukan lagi milik kita
para tikus membawanya pergi
di simpan di saku jas dan laci
entah di gedung dpr, di departemen atau tas politisi
sejumput luka lalu kita seka
dari sisa kopi di cangkir itu
sedang senja makin meredup
seiring pintu hati yang makin tertutup

Negeri ini dewasa ini

Jendela


rumah di sini tak beda dengan yang lain
dengan jendela kaca dan pintu
tak ada jeruji karena memang tak perlu
lampu neon di teras juga ada, tapi tidak untuk taman
bunga yang kutanam sebagian layu tak tersiram
dan ada beberapa pot yang masih kosong di situ

"aku ingin terus di sini, sepi seperti puisi",
katamu suatu ketika

siang seperti malam di rumah ini
tak ada yang melarang kita memeluk muram
kalau sedang kelam itu pun hanya ada diam
"aku juga ingin di sini, puisiku betah akan sunyi",
kataku saat kau tertawan kantuk

tapi di tempat lain juga ada yang serupa
dari jendela kita menyaksikan senja bersenggama
dengan malam yang tak sabar menjemput
anak-anak kecil bergegas pulang untuk belajar
sedang orang tua sibuk menatap hari-hari yang nanar

"jika tak lagi bisa di sini, apakah puisi akan mati?",
tanyaku ingin tahu
kau diam seperti melati yang menanti layu
aku sendiri mendadak jadi dungu
tak tahu apakah akan tersenyum atau memamah keluh



jendela dan pintu ini punya banyak cerita
tapi mereka hanya jadi saksi datangnya puisi
kita yang memungut kata menjadikannya bait-bait
sepi juga hanya jadi teman bagi hati
kita yang tahu apakah akan mengurai hari menjadi arti

Perjalanan ini

nak, perjalanan ini begitu jauh rasanya
di persimpangan hati aku mencoba meneliti
segala yang pernah terkata
juga yang perlahan menjadi koyakan luka
aku mencoba menghitung
lampu jalanan yang makin redup
sayup kudengar panggilanmu
yang membuatku makin menggigil
dan hanya helaan gundah
yang membuatku terkatup
nak, perjalanan hati
sungguh tak bisa diterka
tak ubah tawa yang sekejap saja
sebelum jadi isak saat malam muram


namun seperti janji pagi
hati ini tak pernah berkarat
meski sepi menyayat
atau kangen menggumpal dalam kata
di persimpangan ini aku memilah
dan tahu tak ada yang menang atau kalah

Sesederhana Itu


tak henti kau coba pecundangi aku
dengan ajakan untuk kalah
di tengah belitan gelisah
atau tarikan resah yang mengelabuhi kata

dari tumpukan puntung rokok
kau memahami apa arti hari-hari ini
sepekat kopi yang usai diseduh
kadang segelap senyap yang tanpa keluh

tak henti kau membujukku
agar ada tangisan biar berupa isak
tapi kau tak bisa membuatku terdesak
karena kemenangan dan kekalahan sama saja

lalu kau beralih cara
menyodorkan wajah-wajah yang kukenal
dengan linangan air mata di sana
tetap kugelengkan kepala
dan aku tersenyum sejenak
melihatmu berlalu dengan kalah

maka kugeluti semuanya
yang kau sebut susah atau gelisah
dengan apa yang kubilang pasrah

sesederhana itu saja

Sajak ilalang

aku adalah ilalang di tengah rimba belantara

hidupku jauh dari gemerlap dunia

hanya berteman dengan kicau burung dan lolongan serigala

hanya berkawan auman raja rimba dan desisan ular berbisa

hanya bersahabat dengan semilir angin rimba














aku hanyalah sebatang ilalang

tubuhku bergoyang kala ada yang datang

daunku berbisik kala ada yang mengusik

meski hanya sekedar numpang lewat

ataupun menyembunyikan diri dari mara bahaya





aku hanyalah sebatang ilalang

yang terbiasa dengan segala kesunyian

yang terbiasa dengan beragam kenestapaan

yang terbiasa dengan sejuta penantian

yang terbalut dengan ketidakpastian





aku hanyalah sebatang ilalang

yang tumbuh dalam kenestapaan

yang berkembang jauh dari riuh kehidupan

walau dicerca dan ditempa hinaan

aku tetap tersenyum menatap alam yang luas dan gunung yang menjulang







ketika ada yang menghampiriku dengan membawa derita

membawa duka derita dari miskin dan papadia akan menganggapku sebagai sahabat

dia akan menganggapku tempat berlindung

dia jadikan aku penghadang terik matahari

dia jadikan aku penghangat dari dingin udara malam

dia anggap aku bagian dari istananya





namun………





ketika dia mulai merasa tumbuh dengan keindahannya

ketika dia mulai bisa menikmati nikmatnya jagat raya

ketika dia bisa meraih seonggok permata

perlahan diriku diturunkan dari istananya

perlahan diriku dilepas dari dinding persembunyiannyadibuang dan dibakar karna aku sudah tidak berguna





aku hanya ilalang yang terbiasa dihina

dibuang, diinjak dan dicerca

aku hanya sebatang ilalang

yang tetap tersenyum meski dianggap takberguna

mungkin memang sudah lupa dan sudah biasa


Selasa, 04 Oktober 2011

Tuhan Bekerja



Tuhan bekerja dgn cara-Nya.

seringkali kita bertanya, knpa DIA mmbiarkan kita melalui masa-masa sulit, musibah, dan keadaan yg tdk mnynangkan serta menyesakkan hati.

Tapi TUHAN tahu jika DIA mmbirkan semuanya terjadi satu per satu sesuai dgn rancangan dan skenario-Nya.








Segala sesuatunya akan mnjadi Sempurna tepat pada waktunya.
Pelangi itu akan trlhat, mnyingkirkan brbgai awan kelam yg mghitam.
kita hanya perlu prcya proses ini dperlukan utk mnympurnkan hidup kita.

TUHAN teramat sgt mncintai kita. DIA mgrimkan bunga stiap musim hujan, sinar matahari setiap pagi.
Setiap saat kita ingin bicara, DIA akan mndgrkan.
DIA ad setiap saat kita mmbtuhkan-NYA.
DIA ad dsetiap tempat, dan DIA memilih utk brdiam di hati kita.




TUHAN bkerja dgn cara-NYA.

It’s a new day…


Hey,,,
Kau lihatkah aku di sini?
Ditemani ombak berderu
Menatapmu berlalu


Ketika angin membasuh wajahku
Beserta sisa tetesan air mata tadi
Aku tersenyum,,,
Diantara batas penghujung hari
Jingga yang mulai kelam pun,
Menapikkan sisa-sisa kerinduanku
Kutahu malam ini pasti dingin
Lebih dari biasanya
Membuat jiwaku menggigil pilu
Dan hatiku bergetar hebat
Namun, kutahu juga…
Ku pasti baik-baik saja
Setelah fajar menyingsing
Menyisir jingga yang kian benderang
Memeluk hangat
Semua sisa cerita
Menyuguhkan sebuah penuntasan
Sebuah akhir
Sebuah kata selesai


Dan silau sinaran mentari
Mengetuk samar di jedela kamar
Berbisik perlahan…




“Its a new day…”

Buku Jiwa Bagi Para Penyentuh Kehidupan


Seseorang melangkahkan kakinya kepada lembaran-lembaran kisah hidupnya
Lembaran-lembaran yang sudah lama tidak dihuni nya
Ia berjalan mundur dan terhenti pada sebuah bab yang menceritakan tentang sebuah
ruang yang usang
Ruang itu berdiri atas nama memori dan luka


Sebuah diorama yang dimainkan oleh bayang
Sebuah cerita yang tidak dimulai dengan awal maupun akhir
Mereka sudah disana dengan berbagai latar dan berbagai spektrum cahaya yang
bernama kelabu
Pemandangan itu beku, pemandangan itu bisu, dan yang dirasakan adalah pilu,
Mereka dengan tangan-tangan yang terulur terlalu tinggi tak mampu menjangkaunya
Mereka dengan eksistesi diri namun buta, tak mampu melihat pun merasakan
Mereka disana hanya menjadi figure penggembira tanpa mengerti esensi dari sebuah
pelipur lara
Dan seseorang kembali meneruskan perjalanannya terhadap labirin waktu
Kali ini seseorang terjerat pada lembar kisah dengan jelujur akar yang
mengitarinya
Akar itu berbentuk hati dan ronanya menorehkan hangat namun sesekali melolongkan
getir
Bab itu bercerita tentang sebuah pohon tua berbuah cinta
Buah cinta yang mengandung kompleksitas, pencarian, dan tambatan
Dan buah cinta pun menguak kembali kisahnya kepada seseorang
Mereka yang bersembunyi dibalik perangai mereka yang semu pernah mengukir
namanya di bahumu
Mereka yang pernah menawarkan hati dan jiwa, bertekuk lutut dan mencium tanganmu
Mereka yang terlalu banyak bermain dengan api pernah luruh dan mencari
keberadaanmu
Namun cinta yang kau cari masih belum mampu menutup bagian dari kisah ini.
Dan buah cinta menghantarkan seseorang kepada lembar cahaya yang telah
menantinya di penghujung buku
Bab ini bercerita tentang Rumah tua dengan hamparan bunga yang luas
Rumah yang mengatas namakan estetika, keteduhan, dan kelapangan
Sebuah rumah yang menghadirkan kelegaan, kelapangan dan harmoni
Di rumah itu Ia bertelut, di rumah itu ia lepaskan segala kemelut
Sekian lama ia mencari dan berkelana
Tak didapati di mana, namun di hati

Setiap sketsa yang dilalui seseorang pun tak luput dari keberadaan individu
lain
Ruang usang, pohon cinta, dan rumah tua
Mereka yang terliku dan terlibat di dalam setiap kisah dari sekat kehidupan
Mereka yang merangkak bersama dan hadir dari berbagai sudut yang tak berbatas
Mereka yang seketika mengisi keping-keping jelaga dan yang pernah menjadi jelaga
Mereka adalah bingkisan yang sempurna bagi jiwa-jiwa yang tak sempurna
Bukan sebagai pelengkap, bukan juga sebagai penggembira
Namun sebagai bagian utama dari kisah penyentuh kehidupan